Penyakit degeneratif adalah
istilah yang secara medis digunakan untuk menerangkan adanya suatu proses
kemunduran fungsi sel saraf tanpa sebab yang diketahui, yaitu dari keadaan
normal sebelumnya ke keadaan yang lebih buruk. Penyebab penyakit sering tidak diketahui,
termasuk diantaranya kelompok penyakit yang dipengaruhi oleh faktor genetik
atau paling sedikit terjadi pada salah satu anggota keluarga (faktor familial)
sehingga sering disebut penyakit heredodegeneratif. Cowers tahun 1902
menekankan adanya istilah abiotrophy untuk penyakit seperti tersebut di atas
yang artinya menunjukkan adanya penurunan daya tahan sel neuron dan
mengakibatkan kematian dini. Konsep di atas mewujudkan hipotesa bahwa proses
penuaan (usia) dan penyakit degeneratif dari sel mempunyai proses dasar yang
sama.
Ada beberapa penyakit yang dahulu
dimasukkan ke dalam penyakit degeneratif, tetapi sekarang diketahui mempunyai
suatu dasar gangguan metabolik, toksik dan nutrisi (defisiensi zat tertentu)
atau disebabkan suatu slow virus. Dengan berkembangnya ilmu, memang banyak
penyakit yang dulu penyebabnya tidak diketahui akhirnya diketahui sehingga
tidak termasuk penyakit degeneratif. Sedangkan penyakit yang penyebabnya tidak
diketahui dan mempunyai kesamaan
dimana terdapat disintegrasi yang
berjalan progresif lambat dari sistem susunan saraf dimasukkan ke dalam
golongan ini. Istilah yang agak
membingungkan yaitu pemakaian yang tidak konsisten dari istilah atrofi dan
degeneratif, dua istilah ini digunakan pada penyakit degeneratif. Spatz mengatakan
bahwa gambarannya secara histopatologis berbeda. Atrofi gambaran khasnya berupa
proses pembusukan dan hilangnya neuron dan tidak
dijumpai produk degeneratif,
hanya jarak antar sel yang melebar dan terjadi fibrous gliosis. Degeneratif
menunjukkan proses yang lebih cepat dari kerusakan neuron, mielin dan jaringan
dengan akibat timbulnya produk-produk degeneratif dan reaksi fagositosis yang
hebat dan gliosis selular. Jadi perbedaan atrofi dan proses degeneratif yaitu
pada kecepatan terjadinya dan tipe kerusakannya. Banyak penyakit yang merupakan
proses degeneratif ternyata diketahui kemudian penyebabnya adalah proses
metabolik. Tetapi ternyata pada kejadian atrofi, ada beberapa yang
dasarnya adalah gangguan
metabolik juga.
Gambaran klinis umum penyakit
degeneratif:
1. Perjalanan penyakit lambat, setelah waktu
yang lama dari fungsi saraf yang normal, kemudian diikuti kemunduran fungsi
susunan saraf tertentu yang bersifat progresif lambat yang dapat berlanjut
sampai beberapa tahun atau puluhan tahun. Pasien sulit menentukan kapan
penyakit mulai timbul. Adanya 2002
digitized by USU digital library 2
riwayat kejadian yang dapat mempresipitasi terjadinya penyakit degeneratif,
misalnya kecelakaan, infeksi atau kejadian lain yang diingat sebagai penyakit.
2. Kejadian penyakit yang sama
dalam keluarga (bersifat familial)
3. Pada umumnya penyakit
degeneratif pada sistem saraf akan terjadi terus menerus, tidak dapat
diperbaiki oleh tindakan medis atau bedah, kadang-kadang penyakit ini ditandai
dengan periode yang stabil untuk beberapa lama. Beberapa gejala dapat dikurangi
dengan penatalaksanaan yang baik, tetapi penyakitnya sendiri tetap progresif.
4. Bilateral simetris. Meskipun
kadang-kadang misalnya pada Amyotrophic lateral skelerosis mula-mula hanya mengenai
satu anggota gerak atau salah satu sisi tubuh, tapi dalam proses selanjutnya
menjadi simetris.
5. Hanya mengenai daerah
anatomis/fisiologi susunan saraf pusat secara selektif. Misalnya ALS yang
termasuk dalam Motor Neuron Disease yang terkena adalah motor neuron di kortek
serebral, batang otak dan medula spinalis dan terjadi ataksia yang progresif
dimana hanya sel purkinye yang terkena.
6. Secara histologis bukan hanya
sel-sel neuron saja yang hilang tapi juga dendrit, axon, selubung mielin yang tidak
berhubungan dengan reaksi jaringan dan respon selular.
7. Pada likuor serebrospinalis kadang-kadang terdapat
sedikit peningkatan protein, tetapi pada umumnya tidak menunjukkan kelainan
yang berarti.
8. Karena menyebabkan kehilangan
jaringan secara radiologis terdapat pengecilan volume disertai perluasan ruang
likuor serebrospinalis. Permeabilitas sawar darah otak tidak berubah.
9. Laboratorium atau pemeriksaan
penunjang lain sering memberikan hasil yang negatif. Berbeda dengan penyakit
susunan saraf pusat progresif lain seperti tumor, infeksi, proses inflamasi
lain.
10. Pemeriksaan neuroimaging
dapat menunjukkan kelainan tertentu, sehingga dapat membantu menyingkirkan
golongan penyakit lain.
Lesi pada medula spinalis
termasuk proses degeneratif akan memberikan gejala
suatu lesi intrameduler karena
proses degeneratif memang terjadi pada medula
spinalis secara selektif.
Penyakit degeneratif timbul karena faktor usia, tidak bisa
disembuhkan namun dapat dikendalikan. Salah satunya menjaga kesehatan tubuh
dengan gaya hidup sehat, “Dengan diagnosis dini mungkin penyakit yang timbul
dapat dicegah dengan mengubah pola makanan saja. Disisi lain diagnosis secara
dini adalah satu-satunya cara untuk mengendalikan penyakit kronik yang sangat
mahal dan fatal. Hal itu diungkapkan Dr. Joko Triharto Rugmono seorang staf
medis penyakit dalam RSUD Kota Semarang di Seminar Kesehatan, Gedung Balaikota
(4/4).
Radikal bebas adalah suatu atom
atau molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Elektron yang
tidak berpasangan tersebut menyebabkan gerakan radikal bebas yang tidak
terkendali dan saling bertabrakan sehingga timbul radikal bebas baru. Radikal
bebas dewasa ini banyak mengakibatkan penyakit degeneratif seperti jantung,
stroke, dan kanker. Untuk memusnahkannya diperlukan
antioksidan.
Darimana Asal Radikal Bebas?
- Oksigen yang kita hirup. Oksigen dibutuhkan tubuh untuk membakar sumber energi (karbohidrat, protein, lemak) menjadi energi. Namun, 1-3% oksigen yang kita hirup berubah menjadi racun yang disebut Reactive Oxygen Species (ROS), yaitu salah satu pencetus timbulnya radikal bebas.
- Merokok. Asap rokok mengandung berpuluh-puluh radikal bebas yang dapat membahayakan kesehatan.
- Polusi udara. Polusi yang terserap pada saat kita bernafas banyak mengandung radikal bebas.
- Makanan yang banyak mengandung lemak.
- Radiasi sinar ultraviolet terutama saat matahari sedang terik-teriknya.
- Obat-obatan tertentu, misalnya pestisida, anestesi, dan cairan industri.
Bagaimana mengatasi radikal
bebas?
Karena radikal bebas adalah
prooksidan maka cara meredamnya adalah dengan antioksidan. Antioksidan dalam
bentuk zat gizi antara lain vitamin C, E, dan Karoten. Sedangkan antioksidan
non gizi berupa polyfenol, isoflavon, dsb. Buah-buahan dan sayur-sayuran sangat
banyak mengandung zat gizi yang bersifat antioksidan. Dan antioksidan non gizi
misalnya terdapat pada teh hijau, produk dari kedelai, coklat, dsb.
Pencemaran
Lingkungan Picu Penyakit Degeneratif
Gizi.net - Pencemaran lingkungan menjadi salah satu pemicu munculnya penyakit degeneratif yang belakangan makin meningkat prevalensinya. Oleh sebab itu, pengendalian lingkungan harus dilakukan secara terpadu.
Menurut Deputi Pengendalian Dampak Lingkungan dan Sumber Institusi Kementerian Lingkungan Hidup Isa Karmisa, dari hasil penelitian JICA, badan peneliti dari Jepang yang bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup 1991-1998, menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita hipertensi akibat pencemaran timbal (Pb).
''Meningkatnya penderita hipertensi ini disebabkan keracunan Pb yang ditemukan di dalam darah si penderita. Penyakit hipertensi ini bisa berkomplikasi dengan jantung, ginjal maupun gula darah sehingga menyebabkan penderita mengalami diabetes hipertensi,'' kata Isa di sela-sela seminar ilmiah penelitian dan pengembangan isotop dan radiasi, di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, polisi, penjaga pintu tol, penjaja asongan maupun sopir merupakan orang yang berpotensi terkena hipertensi karena timbal ini, sebab mereka sering berada di jalan.
Selain itu, angka harapan hidup pun rata-rata mencapai 50 tahun dari usia harapan hidup untuk orang sehat selama ini, yakni 70 tahun. ''Selain hipertensi, impotensi juga meningkat akibat pencemaran lingkungan. Sebetulnya tidak hanya timbal saja. Pencemaran lingkungan di sekitar lokasi pabrik ataupun tambang emas telah terbukti menyebabkan penyakit kanker dalam jangka waktu tertentu,'' kata Isa.
Sedangkan menurut Endang Sri Heruwato dari Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan, pesisir merupakan pertemuan daratan dan laut yang rentan pencemaran. ''Karena banyak industri yang membuang limbah di pesisir baik limbah kimia, fisika atau biologi. Dampaknya sudah pasti selain gangguan terhadap kelestarian lingkungan, juga keselamatan dan jaminan kesehatan konsumen tidak ada.''
Dari hasil penelitian DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan), kata Endang, pencemaran merkuri dan arsen di Teluk Buyat menyebabkan ikan tercemar merkuri. ''Dari hasil penelitian kadar merkuri di hati ikan 9,1 mg/g. Merkuri dari tambang terbuang setiap kali proses 14,5%, sedangkan gas sebesar 2,5%. Kadar pada sedimen dan ikan mencapai 0,116-13,87 ppm.''
Menurut dia, yang paling lebih berbahaya lagi jika limbah dalam bentuk senyawa organik (metal merkuri) larut dalam air, lemak dan dapat terakumulasi pada biota air termasuk ikan. ''Metil merkuri sangat berbahaya karena mampu diserap tubuh hingga 95%. Metil merkuri ini bisa tertimbun dalam ginjal, otak, janin, otot, dan hati manusia,'' jelasnya.
Pencemaran sungai
Lebih jauh ia mengungkapkan, berdasarkan penelitian di Sungai Kapuas Kalimantan Barat ditemukan 3.000 mesin pencuci emas dengan kadar merkuri 200 kali ambang batas. Sedangkan di Kalimantan Tengah, terdapat 2.300 tromol emas membuang 10 ton merkuri per tahun dan mencemari 11 sungai di sana.
Menurut Endang, dari jumlah tersebut, 1.500 tromol membuang 1,5 ton merkuri dalam tiga bulan terakhir ini ke Sungai Kahayan. ''Akibatnya kadar merkuri pada air dan ikan melebihi ambang batas,'' ujarnya.
Kadar merkuri di Sungai Barito mencapai 0,79-9,79 ppb di air dan 1,76-24-67 ppb di sedimen. ''Sedangkan penelitian kami lainnya di Pasuruan dan Pantai Utara Bali ditemukan adanya pencemaran logam berat dan E.coli. Selain itu, sungai-sungai di dekat industri seperti Bekasi dan Cisadane Banten juga ditemukan pencemaran. Di Cisadane misalnya, ditemukan senyawa kimia krum, seng, besi, nikel dan sebagainya,'' kata Endang.
Isa menambahkan, untuk menangkap pelaku pencemaran lingkungan memang perlu bukti akurat. ''Makanya pemberian izin industri saat ini sangat ketat. Banyak masukan tidak hanya dari Pemda setempat melainkan juga dari LSM, masyarakat, dan para pakar. Kita tampung pro dan kontra itu untuk menjadi bahan masukan perizinan,'' tegasnya.
Ia menilai kasus-kasus pencemaran saat ini telah ditempuh dengan upaya tindakan hukum namun hasilnya belum memuaskan banyak pihak termasuk korban pencemaran. ''Sebab lingkungan yang tercemar sulit dikembalikan seperti semula.
Gizi.net - Pencemaran lingkungan menjadi salah satu pemicu munculnya penyakit degeneratif yang belakangan makin meningkat prevalensinya. Oleh sebab itu, pengendalian lingkungan harus dilakukan secara terpadu.
Menurut Deputi Pengendalian Dampak Lingkungan dan Sumber Institusi Kementerian Lingkungan Hidup Isa Karmisa, dari hasil penelitian JICA, badan peneliti dari Jepang yang bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup 1991-1998, menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita hipertensi akibat pencemaran timbal (Pb).
''Meningkatnya penderita hipertensi ini disebabkan keracunan Pb yang ditemukan di dalam darah si penderita. Penyakit hipertensi ini bisa berkomplikasi dengan jantung, ginjal maupun gula darah sehingga menyebabkan penderita mengalami diabetes hipertensi,'' kata Isa di sela-sela seminar ilmiah penelitian dan pengembangan isotop dan radiasi, di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, polisi, penjaga pintu tol, penjaja asongan maupun sopir merupakan orang yang berpotensi terkena hipertensi karena timbal ini, sebab mereka sering berada di jalan.
Selain itu, angka harapan hidup pun rata-rata mencapai 50 tahun dari usia harapan hidup untuk orang sehat selama ini, yakni 70 tahun. ''Selain hipertensi, impotensi juga meningkat akibat pencemaran lingkungan. Sebetulnya tidak hanya timbal saja. Pencemaran lingkungan di sekitar lokasi pabrik ataupun tambang emas telah terbukti menyebabkan penyakit kanker dalam jangka waktu tertentu,'' kata Isa.
Sedangkan menurut Endang Sri Heruwato dari Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan, pesisir merupakan pertemuan daratan dan laut yang rentan pencemaran. ''Karena banyak industri yang membuang limbah di pesisir baik limbah kimia, fisika atau biologi. Dampaknya sudah pasti selain gangguan terhadap kelestarian lingkungan, juga keselamatan dan jaminan kesehatan konsumen tidak ada.''
Dari hasil penelitian DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan), kata Endang, pencemaran merkuri dan arsen di Teluk Buyat menyebabkan ikan tercemar merkuri. ''Dari hasil penelitian kadar merkuri di hati ikan 9,1 mg/g. Merkuri dari tambang terbuang setiap kali proses 14,5%, sedangkan gas sebesar 2,5%. Kadar pada sedimen dan ikan mencapai 0,116-13,87 ppm.''
Menurut dia, yang paling lebih berbahaya lagi jika limbah dalam bentuk senyawa organik (metal merkuri) larut dalam air, lemak dan dapat terakumulasi pada biota air termasuk ikan. ''Metil merkuri sangat berbahaya karena mampu diserap tubuh hingga 95%. Metil merkuri ini bisa tertimbun dalam ginjal, otak, janin, otot, dan hati manusia,'' jelasnya.
Pencemaran sungai
Lebih jauh ia mengungkapkan, berdasarkan penelitian di Sungai Kapuas Kalimantan Barat ditemukan 3.000 mesin pencuci emas dengan kadar merkuri 200 kali ambang batas. Sedangkan di Kalimantan Tengah, terdapat 2.300 tromol emas membuang 10 ton merkuri per tahun dan mencemari 11 sungai di sana.
Menurut Endang, dari jumlah tersebut, 1.500 tromol membuang 1,5 ton merkuri dalam tiga bulan terakhir ini ke Sungai Kahayan. ''Akibatnya kadar merkuri pada air dan ikan melebihi ambang batas,'' ujarnya.
Kadar merkuri di Sungai Barito mencapai 0,79-9,79 ppb di air dan 1,76-24-67 ppb di sedimen. ''Sedangkan penelitian kami lainnya di Pasuruan dan Pantai Utara Bali ditemukan adanya pencemaran logam berat dan E.coli. Selain itu, sungai-sungai di dekat industri seperti Bekasi dan Cisadane Banten juga ditemukan pencemaran. Di Cisadane misalnya, ditemukan senyawa kimia krum, seng, besi, nikel dan sebagainya,'' kata Endang.
Isa menambahkan, untuk menangkap pelaku pencemaran lingkungan memang perlu bukti akurat. ''Makanya pemberian izin industri saat ini sangat ketat. Banyak masukan tidak hanya dari Pemda setempat melainkan juga dari LSM, masyarakat, dan para pakar. Kita tampung pro dan kontra itu untuk menjadi bahan masukan perizinan,'' tegasnya.
Ia menilai kasus-kasus pencemaran saat ini telah ditempuh dengan upaya tindakan hukum namun hasilnya belum memuaskan banyak pihak termasuk korban pencemaran. ''Sebab lingkungan yang tercemar sulit dikembalikan seperti semula.